Galaksi Phoenix SPT-CLJ2344-4243

Friday, January 11, 2013 | comments



Galaksi Phoenix SPT-CLJ2344-4243
Galaksi Phoenix SPT-CLJ2344-4243 - Para Astronom yang bermarkas di USA telah mendapatkan dalam temuan mereka satu buah gugusan galaksi super besar. Galaksi super besar itu diidentifikasi sebagai struktur galaksi yang terbesar di jagad raya atau alam semesta kita. Keberadaanya berada pada rentang jarak kurang lebih 5,7 miliar tahun cahaya dari Bumi.

Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Reuters, gugusan galaksi tersebut diberi nama resmi dengan SPT-CLJ2344-4243 dan disebut juga Phoenix. Dalam blog antariksa info.com SPT-CLJ2344-4243 atau Phoenix ditulis dengan menggabungkan keduanya sehingga berbunyi Galaksi Phoenix SPT-CLJ2344-4243. Penggabungan ini dimaksudkan sebagai sarana mempermudah pemahaman saja.

Dalam rilisnya, Pusat Astrofisika Smithsonian Harvard mennyampaikan bahwa proses observasi dan pengamatan terhadap gugusan Galaksi Phoenix SPT-CLJ2344-4243yang berhasil ditemukan itu dengan laju proses pembentukan bintang demikian besar, sangat mungkin akan mendesak seluruh ahli astronomi memutar otak lagi serta memikirkan bagaimana struktur dengan besar seperti itu serta galaksi yang terdapat di dalamnya terus berkembang dari masa ke masa.

Dalam teori Michael McDonald, seorang astronom dari Massachusets Institute of Technology, Galaksi Phoenix SPT-CLJ2344-4243 juga dapat menjadi satu di antara dasar pijakan berpikir tentang adanya fenomena-fenomena mengagumkan dalam dunia astronomi seperti akhir-akhir ini.

Bandingkan dengan galaksi-galaksi yang ada di pusat kebanyakan klaster yang mungkin telah tidur selama milyaran tahun bahkan lebih lama lagi, pusat galaksi Galaksi Phoenix SPT-CLJ2344-4243 ini justru seperti bangun dari kematian dengan membangun formasi bintang-bintang anyar. Teori ini dikatakan oleh McDonald, yang merupakan penulis utama makalah ilmiah tentang Galaksi Phoenix SPT-CLJ2344-4243 yang terbit di jurnal Nature dalam edisi 16 Agustus.

Dengan mendasarkan pada observasi dari Observatorium Chandra X-ray milik NASA, National Science Foundation's South Pole Telescope dan delapan observatorium lainnya, para observer mengungkapkan bahwa gugusan Galaksi Phoenix SPT-CLJ2344-4243 sangat berkaitan dengan proses pembentukan antara "740 masa surya" atau bintang setiap tahun.

Coba bandingkan dengan gugusan Perseus yang hanya bisa membentuk bintang-bintang 20 kali lebih lambat dari Galaksi Phoenix SPT-CLJ2344-4243. Hal ini diakui sebagai sesuatu yang sangat besar oleh Marie Machacek, seorang ahli astrofisika yang berasal dari Observatorium Astrofisika Smithsonian.

Dalam pandangan Machacek, gugusan sangat besar seperti Galaksi Phoenix SPT-CLJ2344-4243 dapat menampung hingga ribuan galaksi. Tentang Galaksi Phoenix SPT-CLJ2344-4243 ini, masih banyak yang harus didalami dan diteliti tentang apa yang sesungguhnya terjadi di dalamnya.

Selama ini diyakini bahwa lubang hitam super besar yang terdapat di tengah-tengah kelompok galaksi dikaitkan dengan proses terjadinya bintang yang lambat. Hal ini dikarenakan mereka melakukan pump energi ke dalam sistem sehingga menghambat dan menghalangi proses pendinginan gas yang dibutuhkan untuk pembentukan bintang-bintang.

Meskipun demikian, para observer menyampaikan bahwa ledakan hebat bintang yang tampak pada Galaksi Phoenix SPT-CLJ2344-4243, ketika ia melahirkan dua bintang dalam sehari, menunjukkan bahwa pusat black hole di gugusan galaksi telah gagal memberikan pengaruhnya dalam pembentukan bintang.

Dalam pandangan Pusat Astrofisika Smithsonian Harvard, bintang-bintang yang terbentuk di dalam Galaksi Phoenix SPT-CLJ2344-4243 merupakan yang terbanyak serta terbesar yang pernah diamati.

Lalat Buah Bantu Keamanan Jelajah Antariksa

| comments


Tanpa diketahui banyak orang, lalat buah ternyata memiliki banyak kemiripan genetika dengan manusia.


Lalat buah

Beberapa kesamaan manusia dengan lalat buah (Drosophila melanogaster) membuahkan eksperimen yang akan dilakukan pada Desember 2013. Lalat buah akan dikirim selama 30 hari ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) untuk mengetahui dampak perjalanan antariksa bagi manusia.

Menurut Peter Lee, ahli bedah kardiotoraks dari Stanford, Amerika Serikat, Minggu (6/1), ruang minim gravitasi berdampak pada perubahan otot dan tulang. Astronaut yang lama di ruang angkasa dapat kembali ke Bumi dengan massa jantung lemah dan ritme yang tidak teratur.

Untuk lebih mempelajari masalah ini, dibutuhkan penelitian yang melibatkan lalat buah. Tanpa diketahui banyak orang, lalat buah ternyata memiliki banyak kemiripan genetika dengan manusia.

"Sekitar 61 persen gen penyakit manusia memiliki kesamaan dengan kode genetika lalat buah. Dan 50 persen dari urutan protein lalat memiliki analog mamalia," kata ahli biologi dari Ames Research Center NASA, Sharmila Bhattacharya.

Dengan mengirim lalat buah, para pakar bisa melihat dampak berkurangnya gravitasi pada manusia. Tujuan lainnya adalah mengetahui dampak perubahan tingkat gravitasi dan radiasi antara Bumi dan antariksa pada gen yang berhubungan dengan fungsi jantung.

Saat akhirnya para pakar mengetahui respon jantung terhadap perjalanan antariksa, maka bisa dilakukan tindak pencegahan bagi astronaut yang akan dikirim ke sana. "Ada banyak tantangan dan pertanyaan yang perlu dijawab agar membuat perjalanan antariksa berdurasi panjang memungkinkan," kata Lee. (NASA, SFGate)

Bima Sakti, Rumah dari 100 Miliar Planet Asing

| comments


Perhitungan ini muncul saat mempelajari sistem planet bernama Kepler-32.



Galaksi Bima Sakti (Thinkstockphoto)
Penelitian terbaru yang dirilis The Astrophysical Journal, Rabu (2/1), menyimpulkan bahwa galaksi kita, Bima Sakti, adalah rumah bagi 100 miliar planet asing.
Jumlah ini bahkan kemungkinan akan terus bertambah."Secara mendasar, ada satu jenis planet ini di tiap bintangnya," ujar Jonathan Swift, pemimpin penelitian dari Caltech, Pasadena, Amerika Serikat.
Swift dan koleganya sampai pada kesimpulan ini setelah mempelajari lima sistem planet bernama Kepler-32. Jaraknya kira-kira 915 tahun cahaya dari Bumi. Kelima sistem planet ini ditemukan oleh teleskop milik Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA), Kepler Space Telescope.
Planet-planet di Kepler-32 mengorbit pada bintang yang disebut M dwarf. Ini merupakan suatu tipe bintang yang lebih kecil dan lebih dingin dibanding bintang manusia --Matahari.
M dwarf juga merupakan bentuk bintang yang paling umum ditemui di galaksi Bima Sakti. Jumlahnya mencapai 75 persen dari sekitar 100 juta bintang atau lebih.
Teleskop Kepler sendiri bisa mendeteksi sistem planet yang sesuai dengan orientasinya. Dengan demikian, para pakar bisa memperkirakan berapa peluang dari sebuah M dwarf yang memiliki orientasi sama.
Dengan menggabungkan kedua perhitungan ini, muncul angka 100 miliar planet asing."Rasanya seperti membuka bahasa yang coba kita mengerti, bahasa dari formasi planet," kata salah satu penulis dalam penelitian ini, John Johnson, yang juga berasal dari Caltech. (Space.com, NASA)

Nun Jauh di Angkasa

| comments




Di sanalah bintang berada. Cukup gilakah kita untuk mencapainya?


Di tepi lapangan parkir Marshall Space Flight Center di Huntsville, Alabama, berdirilah peninggalan dari periode ketika masa depan kita sebagai spesies penjelajah ruang angkasa seakan-akan tak terelakkan lagi. Sama jelas dan megahnya tatkala roket melesat tinggi di atas Tanjung Canaveral.

“Ini bukan model,” ujar fisikawan NASA, Les Johnson saat kami menatap rangkaian pipa, nosel, dan pelindung setinggi 10 meter. “Ini mesin roket nuklir sejati.”

Dahulu kala, NASA meng­usulkan mengirim dua belas astronaut ke Mars dengan dua pesawat antariksa masing-masing bertenaga tiga mesin seperti ini. Direktur Marshall, Wernher von Braun, mempresentasikan rencana itu pada Agustus 1969.

Hanya dua minggu setelah roket Saturn V-nya mengirimkan para astronaut pertama ke bulan. Dia mengusulkan tanggal 12 November 1981. Mesin nuklir itu telah melewati semua uji lapangan, siap diluncurkan.

Tiga puluh tahun setelah pendaratan Mars yang tidak pernah terjadi itu, pada pagi hari yang lembap di bulan Juni, Johnson termangu menatap mesin 18.000 kilogram di hadapan kami. Dia memimpin tim kecil yang menilai kelayakan “konsep canggih” dalam teknologi ruang angkasa. NERVA, mesin nuklir tua ini, mungkin mampu lolos uji.

“Jika kita ingin mengirim orang ke Mars, mesin ini harus dipertimbangkan lagi,” kata Johnson. “Kita hanya perlu setengah propelan roket konvensional.” Kini NASA merancang roket konvensional untuk menggantikan Saturn V yang pensiun pada 1973, tak lama setelah pendaratan pesawat berawak terakhir di bulan.

Belum ada keputusan mengenai tujuan barunya. Proyek NERVA berakhir pada 1973, tanpa uji terbang. Sejak itu, selama era pesawat ulang-alik, manusia belum pernah menjelajah lebih dari 600 kilometer jauhnya dari Bumi.
Itu menyebabkan pertanyaan yang saya dan Johnson bahas sepanjang pagi: Apakah manusia akan pernah melakukan perjalanan ke bintang, menjadi agak tak masuk akal.

Mengapa hal itu tampaknya lebih masuk akal setengah abad yang lalu? “Tentu saja saat itu kami lebih gila,” ujar fisikawan Freeman Dyson dari Princeton. Pada akhir 1950-an, Dyson menangani Project Orion yang bertujuan membangun pesawat antariksa berawak yang dapat mencapai Mars dan bulan Saturnus. (
nationalgeographic)

Awas, Asteroid Apophid Mendekati Bumi!

Thursday, January 10, 2013 | comments


www.aeronoticias.com.pe



Sebuah asteroid selebar 275 meter sedang melayang mendekati Bumi. Asteroid bernama Apophis --diambil dari nama setan dalam mitologi Mesir-- itu diperkirakan berjarak sekitar 9 juta mil dan terus mendekat.

"Dari sejumlah asteroid, Apophis menyedot perhatian paling besar karena diperkirakan sangat dekat dengan Bumi pada 2029 dan berpotensi menabrak," ujar Presiden Slooh Space Camera, Patrick Paolucci, Rabu, 9 Januari 2012.

Ia mengatakan, Apophis diperkirakan mendekati Bumi dan mencapai jarak sekitar 30 ribu kilometer pada 2029. Saat itu asteroid akan berada dalam orbit satelit komunikasi.

Para ilmuwan sedang mengkaji seberapa besar ancaman asteroid Apophis terhadap Bumi. 

Mereka memang pernah memperkirakan potensi tabrakan asteroid dengan Bumi bakal terjadi pada 2036. "Namun, kemungkinan itu sangat kecil," ujar Paolucci.

Apophis pertama kali ditemukan pada 2004. Kala itu para ilmuwan menghitung peluang tabrakan yang ditimbulkan asteroid itu. 

Hasilnya, tabrakan bakal terjadi pada 2029 dengan peluang 1:45. Peningkatan prediksi tabrakan semakin mendongkrak tingkat ancaman.

Para ilmuwan di Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) misalnya, telah melakukan perhitungan secara detail. Jika Apophis menghantam Bumi maka akan menghasilkan ledakan setara lebih dari 500 megaton TNT. Sebagai perbandingan, bom hidrogen paling kuat yang pernah diledakkan, Soviet Tsar Bomba, hanya menghasilkan kekuatan 57 megaton TNT.

Pallouci mengatakan, posisi terbaru asteroid Apophis dapat diketahui malam ini di Inggris. Masyarakat di luar Inggris dapat melihat secara daring lewat layanan pengamatan angkasa yang tersedia di laman Slooh. "Kami mengumpulkan gambar dari observatorium di seluruh dunia," katanya./tempo.co/

 
Support : Creating Website | Dodie | Space Techno Informasi
Copyright © 2013. Space Techno Information - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Space Techno Informasi
Proudly powered by Space Techno Informasi